RENUNGAN MARKUS 6:1-6
Penginjil
Markus hari ini mengisahkan Yesus kembali ke Nazareth, di tempat asalnya
bersama para muridNya. Sebagai seorang Yahudi dewasa Ia masuk ke dalam rumah
ibadat pada hari Sabat dan mengajar. Ia mengajar dengan kuasa dan wibawa
membuat jemaat yang besar takjub kepadaNya. Namun, orang-orang yang mengenal
Yesus memang takjub tetapi perasaan takjub kepada Yesus hanya dipandang dari
konteks Yesus sebagai seorang pemuda biasa di Nazareth. Padahal sebenarnya saat
itu Yesus sedang tampil sebagai Mesias yang mengajar tetapi orang-orang
memandang Dia dari sisi manusiawi saja (band. Ay 2,3).
Saudara
sekalian setidaknya ada beberapa hal yang kita dapat pelajari disini, yang juga
sebagai nasihat bagi kita sekalian:
1. Sebagai orang yang beriman kepada Tuhan Yesus, kita
harus berusaha untuk dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah baik
itu dalam konsep berpikir, bertutur kata atau dalam prilaku kita sehari-hari.
Jangan seperti orang Nasaret yang telah menolak dan menyia-nyiakan kehadiran
Mesias.
2. Dalam hal mengikut Yesus Kristus untuk memberitakan
Firman Allah, kita telah diingatkan bahwa itu tidaklah mudah. Disana kita akan
mendapat berbagai macam tantangan dan cobaan yang menghadirkan pergumulan yang
berat bagi kita. Namun saudara sekalian, kita jangan tawar hati, hilang
semanagat, ataupun meninggalkan Yesus Kristus sebagai yang kita imani.
Melainkan jadikan itu sebagai penyemangat untuk bangkit dan terus-menerus
mengikuti Dia. Seperti bacaan kita tadi; meskipun Yesus ditolak di Nasaret tapi
di tetap semangat dan terus melanjutkan pengajaranNya ketempat-tempat lain.
(band. Ay 6).
3. Pada masa kini karena kita
kerapkali menghindari tantangan dan menolak susah. Kesulitan dan cobaan hanya
dipandang sebagai penghambat tujuan semata. Sebaliknya, kemudahan dan
kesenangan dipakai sebagai syarat dalam mencapai tujuan hidupnya. Padahal saudara
sekalian, segala sesuatu yang bernilai, biasanya sulit untuk diraih. Cita-cita
yang luhur menuntut kerja keras, daya juang, dan daya tahan dalam meraihnya. Sama
seperti Yesus yang sudah memberikan teladan bagi kita. Ia bukan saja mengalami
tantangan dari kalangan sanak kerabat-Nya, orang Farisi atau ahli Taurat,
tetapi juga telah menderita sengsara dan wafat di kayu salib. Jalan salib itu
Yesus tapaki untuk membuktikan kesetiaan kepada Bapa-Nya dan kecintaan-Nya
kepada manusia. Amin
Komentar
Posting Komentar