Etika Bisnis DR. Phil Eka Darmaputera
Etika Sederhana Untuk Semua
Bisnis, Ekonomi Dan Penatalayanan
Sumber Buku
Dr. Phil. Eka Darmaputera
I. Etika Bisnis Kristiani Selayang
Pandang.
A. Gambaran Umum
Orang-orang Kristen pada zaman Perjanjian Baru memang sama sekali tidak
menaruh kepedulian yang serius terhadap baik dunia bisnis maupun dunia politik.
Mereka menghayati diri mereka terutama sebagai orang-orang dari aeon dan
era baru. Mereka memahami diri mereka sebagai “ciptaan baru” dan “dunia baru” yang
sedang dan akan didatangkan oleh allah sendiri. Sekarang memang belum datang,
tetapi zaman baru itu pasti dan akan segera datang. Dunia yang ada sekarang ini
adalah dunia yang kotor, bobrok dan korup. Itu sebabnya, dunia seperti ini akan
segera berakhir dengan penghakiman dan penghukuman Allah.
Pada
awal sejarah gereja (zaman pratistik), pada umumnya uang dan materi ditolak,
hak miolik pribadi dianggap dosa, dan hidup miskin dianjurkan. Hidup yng ideal
adalah hidup biara. Baru pada masa Abad
Pertengahan, keadaan berubah agak fundamental.situasi pada masa itu daoat
dikatakan relatif stabi, ataau lebih tepat “statis”. Sruktur masyarakat lalu
ditandai oleh jenjeng-jenjang hierarki yang rumit dan berlapis-lapis. Pada
kurun waktu inilah Gereja mengatur mengenai masalah harga dan upah. Lalu hal
itupun berkembang secara kompleks, terutama karna berkembangnya sektor
perdagangan, keuangan dan industri, dan semakin merosotnya pamor feodalisme di
Eropa.
Pada abad
ke-16, ketika dunia telah berubah secara radikal, pemikiran-pemikiran Kristen
di bidang ekonomi masih saja cenderung untuk mempertahankan doktrin-doktrin
serta nilai-nilai yang lama, yang nota bene dilahirkan pada suatu masyarakat
yang statis.
Belajar dari
segala hal itulah, maka kecenrungan yang mutakhir di dalam pemikiran etika
bisnis kristiani sekarang ini dapat diberikan ciri sebagai berikut. Pada satu
pihak, ia secara kritis, analitis dan konseptual menyoroti asumsi-asumsi
dasar maupun praktek-praktek yang
terdapat dalam dunia bisnis, di dalam terang norma-norma iman Kristen.
B. Beberapa Asas Pokok
Asas Pertama : Allah, Pencipta Segala Sesuatu
Iman,
norma , tingkah laku, dan Alkitab orang Kristen berawal dengan pengakuan bahwa
Allah adalah pencipta segala sesuatu (bnd. Kej 1 dan 2). Pengkuan iman ini
berarti pengakuan bahwa Allah adalah (dan Allah sajalah) sumber, penguasa dan
pemilik satu-satunya dari segala sesuatu. Bahwa segala sesuatu tanpa
terkecuali, kecuali Allah adalh ciptaan.
Tanggung
jawab terakhir para pelaku ekonomi dan bisnis bukanlah kepada pemilik saham,
melainkan kepada pemiik saham, melainkan kepada Allah . dan bertanggung jawab
kepada Allah berarti : bertabggung jawab atas kesejahraan penuh setiap dan
seluruh ciptaanNya (termasuk para pekerja, pelanggan, pesaing bahkan seluruh
masyarakat dan lingkungan hidup)
Asas
Kedua : Semua ciptaan Allah adalah baik
Di sini
masyarakat dituntut untuk mempunyai tanggung jawab untuk mendoong, menghargai
serta memberi keleluasaan yang cukup agar dunia bisnis dapat memperkembangkan
dan mewujtkan potensi serta fungsi khususnya sebaik-baiknya.
Asas Ketiga
: Manusia Adalah Gambar Allah.
Di sini
hendak ditekankan, bahwa para bisnismen adalah juga “citra Allah”. Mereka
bukanlah hanya binatang ekonomi atau homo
economicos belaka. Dan
seharusnyalah, yang bersangkutan memelihara dan menjaga status yang amat mulia
ini sebaik-baiknya melalui sikap dan tindak-tanduk bisnis mereka juga, dan
tidak merendahkan martabat sendiri, yaitu dengan hanya bertindak sebagai
seorang yang haus laba saja.
Asas
Keempat : Manusia Adalah Gambar Allah yang berdosa.
Di dalam
pemahaman teologi Kristen, dosa tidak sekedar merupakan tindakan melainkan
sebagai kenyataan ekstensial manusia. Dosa memang tidak sama sekali
menghilangkan harkat dan martabat manusia sebagai “gambar Allah” Dan oleh karna
itu manusia juga tidak kehilangan kreativitasnya. Etika bisnis kristiani
karenanya memberi tempat bagi kelemahan manusia. Bahwa manusia bukan malaikat,
dan karna itu terikat pada keterbatasan. Bahwa bumi ini bukan sorga, dan karna
itu pilihan-pilihan tidak jarang terlampau sulit.
Asas
Kelima : Manusia Dibenarkan, tetapi Tetap Berdosa
Inilah
titik tolak realisme kristiani. Pada satu pihak, manusia telah dibenarkan.
Artinya : keungkinan baru. Ada harapan baru. Namun pada lain pihak, manusia
tetap seorang pendosa. Kuasa yang destruktif itu masih ada, masih aktif.
II. Bisnis Itu Kotor ?
Kata orang bukan hanya politik tapi juga ekonomi dan
bisnis bukanlah untuk orang-orang saleh, jujur, dan bermoral. Kata mereka, pada
hakekatnya bisnis dan ekonomi ittu kotor. Mungkin oleh karna sama-sama
kotornya, maka ekonomi dan politik itu jalin-menjalin amat eratya. Kita
hampir-hampir tak tahu lagi, ekonomi menguasai politik atau politik menguasai ekonomi.
Kegagalan banyak etika bisnis dan etika ekonomi, acapkali disebabkan oleh karna
keangkuhan dan kenaifan para ahli etika dan pengajar moral itu sendiri.
Mengapa
orang Kristen berkecimpung di dalam kehidupan ekonomi dan bisnis sering meras
terlempar ke situ tanpa pegangan yang jelas, yang pertama-tama harus disasari
bila kita berbicara tentang ekonomi, adalah kompleksitasnya. Kenyataan ekonomi
adalah sesuatu yang jauh dari sederhana. Banyak sekali faktor yang saling
terkait di dalamnya, yang semuanya harus dipertimbangkan dan diperhitungkan.
Dan
bagaimanakah kita harus mengambil keputusan etis dan penilaian etis di dalam
permasalahan yang begitu rumit dan penuh ketidakpastian? Harus kita sadari
bahwa bukan hanya dalam bidang ekonomilah kita menghadapi kenyataan yang
seperti itu. Sesungguhnyslsh setiap segi kehidupan manusia adalah sesuatu yang
kompleks, rumit dan tidak sederhana. Itulah sebabnya, di dalam banyak hal,
sekalipun kita telah memperhitungkan segala faktor dan kemungkinan
secermat-cermatnya, jarang sekali kita merasa benar-benar pasti bahwa kita
telah mengambil keputusan yang benar, baik dan tepat.
Yang amat
penting di dalam setiap penilaian dan keputusan etis adalah, kita pertama-tama
harus merumuskan asumsi-asumsi dasar positif kita. Yaitu beberapa dalil yang
berisi norma-norma atau prinsip pokok mengenai apa yang kita yakini sebagai
yang baik, benar, dan tepat.
III. Dasar – Dasar Etis
Etika tentu saja adalah urusan pribadi. Ia menyangkut nilai-nilai.
Dan nilai-nilai selalu merupakan keyakinan pribadi, tidak sekedar
rumusn-rumusan yang bersifat formal dan umum. Namun etikapun tidak hanya
menyangkut pribadi. Etika juga menyangkut masalah yang bersifat umum dan
bersifat sosial. Dan masalah –masalah yang bersifat umumdan sosial selau
mengandung di dalmnya dimensi-dimensi etis.
Filsafat
telah memberikan banyak sumbangan yang berarti dan berharga di dalam meletakan
landasan etis bagi ekoomi, namun belum mampu untuk membuatorang-oramg
benar “committed”. Untuk ini kita akan
berpaling pada Teologi. Dimana teologi dapat memberikan sumbangan yang berarti
dalam meletekan landasan etis bagi kehidupan ekonomi dan etis. Hanya karna itu
kita dapat berbicara mengenai perspektif tis Kritiani yang pantas dipertimbsngksn
oleh semua.
Selain
filsafat teologi Kristenpun memberikan pula sumbangan yang berarti di dalam
meletakan landasan etis bagi kehidupan ekonomi dan etis, yang berlaku utuk
semua. Dan hanya dengan demikian kita dapat berbicara mengenai perspektif etika
Kristiani yang pantas dipertimbangkan oleh semua orang.
Etika Kristen
harus mangakui dan memperhitungkan keyataan bahwa egoisme dan egosentrisme
merupakan kekuatan motivasi yang luarbiasa besarnya didalam praktek ekonomi dan
bisnis. Menyangkal kenyataan ini berarti menipu diri sendiri.
Dan ekonomi
yang adil adalah , ia harus menatalayani kehendak Allah. Ekonomi harus
bersumber pada theonomi. Kedua, ia harus mencerminkan baik kebersamaan seluruh
umat manusia maupun kesamaan setiap manusia. Dan ketiga ia harus membantu
terwujudnya oikumene yang utuh dan lestari bagi seluruh ciptaan.
IV. Ekonomi Dan Bisnis Sebagai Penatalayanan
Apabila
kita ingin mewujudkan kehendak Allah di dalam kehidupan ekonomi, maka itu adalh
: Penatalayanan (“stewardship”). Yang dikehendaki Allah
ialah , ekonomi merupakan penatalayanan. Memahami ekonomi sebagai
penatalayanan, harus bermula dari suatu kesadaran etis yang subjektif dari si
pelaku. Tidak sekedar tidak menyalahi peraturan. Para pelaku bisnis tidak boleh
hanya memahami diri sebagai homo economicosyang patuh terhadap undang-undang
dan peraturan.
Seperti yang
pernah dikatakan Martin Luther, tidak semua hal yang menyangkut praktek-praktek
bisnis dapat dituangkan di dalam peraturan. Di dalam hal ini maka suara hati
manusia harus diberikan ruang untuk dapat berperanan dengan leluasa.
Menurut
penulis perbedaan yang radikal dan fundamental antara mitos yang populer
mengenai apakah ekonomi dan bisnis, dengan pemahaman bahwa ekonomi sebagai
penatalayanan. Yang populer adalh memahami ekonomi dan bisnissebagai urusan
orang-orang yang kaya dan berada., sementara orang banyak hanya menjadi
“pelengkap penderita”. Ekonomi yang sukses ialah ekonomi yang berhasil melayani
kepentingan rakyat banyak. Sebab itu bukan hanya produksi, tapi juga
distribusi. Bukan hanya kepentingan produsen tapi juga konsuman. Bukan hanya
pengembangan tapi juga pemerataan.
Suport Group
diantara para pengusaha sendiri juga amat penting. Bukan sekedar agar disamping
kegiatan sehari-hari yang duniawi, ada pula kegiatan yang bersifat rohani. Tapi
yang diperlukan adalah lebih dari itu. Suport group diantara para usahawan itu
adalah untuk mempertemukan secra dinamis dan kreatif antara kenyataan duniawi
dan keyakinann rohani.
Sebagai
penatalayanan di bidang ekonomi dan bisnis, kita tidak dipanggil untuk
melayang-layang di udara. Tetapi di pihak lain kita juga didak dipanggil untuk
sekedar mengapung atau tenggelam mengikuti arus. Sebab yang diminta dari kita
adalah beradalah di sana, di dalam air, berani menentang arus di mana perl. Dan
disitulah kita dapat menjadi “saksi-saksi ” yang hidup.
V. Ekonomi Dan Oikumene
Masalah
politik ekonomi yang kita hadapi sekarang tidak lagi hanya bersifat lokal atau
nasional. Namun selalu terikat erat dengan perkembangan pada tingkat regional
dan global. Ia tidak dapat dipecahkan oleh satu ilmu saja, melainkan secara
interdisipliner dan integralistik harus diatasi oleh pemikiran-pemikiran dan
praktisi-praktisi dari pelbagai cabang ilmu. Dan, akhirnya ia juga bukan
masalah yang secara eksplisit serta eksklusif merupakan masalah bagi teologi
dan etika Kristen semata-mata. Sebagaiman telah dirumuskan oleh GBHN
(1988-1993) kita, ia merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan
secara terus-menerus dan bersama-sama oleh semua kelompok agama dan kepercayaan kepada TYME.
Di dalam
dunia sosiologi juga berkembang pemikiran-pemikiran baru di bidang
ekonomi.Pandangan-pandangan baru ini belum cukup memperoleh perhatian
dikelangan para teolog dan pemimpin-pemimpin gereja.
Tindakan
manusia sebenarnya selalu digerakan oleh dua kekuatan sekaligus. Paada satu
pihak ia ditarik oleh yang ideal. Pada pihak lain ia juga ditentukan oleh
kebuuhan-kebutuhan materialnya. Kedua kekuatan ini saling menentukan dan saling
membatasi, saling mempengaruhi dan saling berinteraksi. Orang tidak dapat hidup
dengan roti saja. Tetapi orang juga tidak dapat hidup tanpa roti . oleh karna
itu sama sekali tidak benar untuk mengatakan bahwa agama dan ekonomi berjalan
sendiri-sendiri.
Ide pokok
adalah, bahwa orang semakin menyadari bahwa perkembangan ekonomi modern tidak
lagi dapat dipandang secara memadai hanya atas dasar analisis kekuatan-kekuatan
material semata. Sebaliknya kekuatan-kekuatan ideal,sekali ia telah berhasil
dirutinisasikan dan diinstitusionalkan untuk menjadi etos di dalam masyarakat
sebagai hasil interaksi dengan kekuatan-kskustan material di dalam masyarakat,
yang pada akhirnya akan menghasilkan perubahan-perubahan penting.
VI. Kerja
Titik tolak
yang paling hakiki adalah oleh karna di dalam Alkitab, Allah senantias dikenal
sebagai Allah yang senantiasa teus bekerja, yang aktif dan terus bertindak.
Bila Allah bekerja, maka sudah pasti itu bukan disebabkan karna ia kekurangan
sesuatu. Sebab bukanlah Ia adalah pemilik segala sesuatu? Ia bekerja untuk
bekerja. Ia bekerja oleh karna bekerja adalah bagian dari hakikatNya. Sebagai
Allah. Ia bekerja , oleh karna bekerja itu baik.
Salah bila
orang mengatakan bahwa bekerja itu adalah kutuk Allah oleh karna dosa. Sebelum
dosa hadir, manusia sudah harus bekerja. Bedanya ialah setelah dosa datang,
bekerja itu dipandang atau diilhami sebagai beban, sebagai penderitaan oleh
karna itu manusia yang tidak bekerja adalah manusia yang mengingkari
hakikatnyasendiri sebagai manusia.
Setelah dosa
hadir dalam kehidupan manusia, titah untuk bekerja tidaklah dihapuskan. Malah
sebaliknya, sekarang bekerja lebih nyata merupakan ciri pokok manusia. Dalam
dasa titah bekerja sebenarnya juga merupakan perintah utama. Alkitab memang dengan
tajam mengecam orang-orang pemalas, sebaliknya Tuhan menjanjikan berkatnya
kepada mereka yang rajin dan tekun bekerja .
Persoalan
kita adalah, mengapa ada sekalipun ayat yang berbicara dengan begitu jelasnya
mengenai kerja, toh tidak dengan sendirinya ia membuat orang mempunyai sikap
yang benar terhadap kerja.
Dan etos
kerja yang kita inginkan hanya mungkin terwujud apabila terjadi suatu
transformasi atau perubahan radikal di dalam tatanan budaya dan sistim nilai
mayarakat kita. Etos kerja tak mungkin terbentuk hanya dengan mengajarnya.,
tetapi hanya mungkin suatu proses transformasi dan redukasi yang panjang. Itulh
tugas kita.
VII. Laba
Di dalam
dunia bisnis adalah wajar bila orang berusaha untuk mengeruk keuntungan
sebanyak-banyaknya. Menurut Adam Smith, ini adalah suatu naluri alamiah yang
tidak dapat dan tidak perlu ditekan. Tidak dapat ditekan oleh karna sia-sia
belaka. Dan tidak perlu ditekan, oleh karna hukum-hukum ekonomi itu sendiri
yang secara alamiah akan mengaturnya.
Misalnya
hukum penawaran dan permintaan. Apabila penawaran jauh lebih besar dari
permintaan, maka dengan sendirinya harga akan turun dan keuntunganpun semakin
kecil. Sebaliknya apabila kebutuhan akan suatu barang jauh melebihi barang yang
tersedia, maka dengan sendirinya harga akan melonjak dan keuntungan yang
diperoleh akan berlipat ganda. Jadi menurut teori ini, masalah keuntungan ini
tidak mempunyai dimensi etis. Mekanisme yang ada di dalam ekonomi itu sendiri
akan mengaturnya. Pengendlian tingkat laba yang dapat diperolah dapat dilakukan
secara teknis dan dengan cara yang amat sederhana.
Dalam hal ini
pula dibicarakan mengenai praktek “dumping”. Orang melempar ke pasaran suatu
barang dengan jumlah yang amat besar dan dengan harga yang amat murah. Dalam
jangka panjang praktek ini akan berakibat dikuasainya pasar oleh kelompok yang
kuat. Kelompok ini akhirnya muncul sebagai pemegang monopoliyang mengendalikan
mekanisme pasar. Dan itu berarti, mengendalikan harga. Oloeh karna itu secara
etis, praktek monopoli dalam bentuk apapun sulit untuk dibenarkan.
Jadi sistim
ekonomi apakah yang kita butuhkan pada saat ini? Sistim yang dibutuhkan adalah
sistim yang secara luwes dan sesuai
dengan ciri dari Sistim Ekonomi Pancasila. Yaitu pertama, ia harus merupakan
sebuah sistim ekonomi, yang artinya harus menjamin berlangsungnya secara
leluasa hukum-hukum dan mekanisme ekonomiyang alamiah. Kedua, keleluasaan
terwujudnya hukum-hukum dan mekanisme ekonomi itu harus terjadi dalam kerangka
perwujudan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila.
VIII. Bisnis dan Tanggung Jawab
Sosial
Organisasi-organisasi
bisnis berfungsi di dalam dan adalh bagian dari masyarakat, kepada siapa mereka
tergantung dan yang pada gilirannya mereka bantu serta perkembangkan.
Mengatakan bahwa bisnis beroprasi dan bergerak di dalam masyarakat atau bahkan
bisnis merupakan bagian dari masyarakat, tentu saja mudah dan tak seorangpun
dapat membantah.
Berikut ini
akan di bahas mengenai Tanggung jawab sosial bisnis : Pro dan kontra dalam dua
tahap, yaitu :
1.
Pandangan
Organisasional dan Pandangan Moralistis.
a). Pandangan Organisasional
Menurut pandangan ini, sebuah
perusahaan bukanlah suatu pribadi yang bersifat alaiah. Ia tidak secara
alamiah, melainkan didirikan dan diciptakan oleh manusia. Ia bahkan hanyaa ada
dalam ide, sebuah konsep abstrk tak
dapat kita lihat dan tak dapat kita raba. Memang ada yang dapat dilihat dan
diraba, tetapi yang dapat dilihat dan diraba itu bukanlah perusahaan itu
sendiri.
b).
PandanganMoralistis
Pandangan ini justru bertolak dari
apa yang ditolak oleh pandangan yang sebelumnya. Ia mengatakan bahwa justru
salahlah untuk mangatakan bahwa perusahaan itu seolah-olah mempunyai semacam
kekejaman moral. Menurut pandangan inipun sungguh amat berbahaya dan sama
sekali tidak masuk akal untuk mengatakan bahwa seseorang tiba-tiba saja bisa
berhenti menjadi pribadi yang bermoral, hanya oleh karna ia masuk dan bekerja
di suatu perusahaan bisnis.
Didalam dunia ini tidak ada satu
perusahaanpun, tidak ada satu organisasipun, bahkan organisasi yang paling
besar yaitu negara, yang dapat mengklaim bahwa ia bebas dari penilaian moral.
2.
Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan : pro dan kontra.
· Pro Tanggung Jawab
Berikut ini ada beberapa argumentasi
yang mendukung tanggung jawab
sosial ini, diantaranya :
a). Kepentingan Jangka Panjang
Bertujuan untuk
menciptakan masyarakat yang makmur akan berdaya beli lebih tinggi dan
masyarakat yang aman yang akan membuat perusahaan beroprasi lebih optimum.
b). Citra Sosial
Berkaitan dengan
keuntungan ekonomis jangka panjang maka dapat pula disebutkn keuntungan yang
lain.
c). Kelangsungan Hidup
Sebuah perusahaan akan
dapat berjalan apabila ia memenuhi dan menjawab akan kebutuhan masyarakat.
d). Menghindari regulasi
Semakin tanggung jawab
sosial terpenuhi, semakin terjamin otonomi. Dan sebaliknya semakin tanggung
jawab sosial dihindari, semakin banyak peraturan yang akan membatasi.
· Kontra Tanggung Jawab Sosial
a). Maksimisasi Laba,
b). Beaya,
c). Ketrampilan,
d). Masalah-masalah sosial tetap akan ada,
e). Merugikan daya saing,
f).
Penumpukan kuasa,
g). Kontrol sosial dan
h). Kurang dukunagn.
Komentar
Posting Komentar